September 14, 2014

Berdua Bersahaja

*untuk A

Ingat betul otak ini
pada surat kecil bewarnakan cokelat muda
dengan goresan cantik pada kertasnya.
Lihai betul kau menarikan pena
di atas kertas yang mungil bentuknya.
Kemudian ditutupnya dengan kalbu
pada kalimat pendek yang bermakna
luas bagiku.

Aku lah Prahara
dan engkaulah suara hembusnya.
Ketika kita asik berbincang
pada pohon yang menganggukan dahan-dahannya,
pada gemercik air yang menetes
dari isak tangis semesta, pada sebuah meja yang
bergoyang di naungan cakrawala,
kita berdua hanya duduk bersahaja.

Tatapanmu terlihat malu pada bulu mataku,
bibirmu gemetar menghamburkan seluruh impian ku,
dan tanganmu yang satu:
tetap enggan untuk memukul jidatku.

Tapi,
kau tetap saja wanita anggun dengan seribu
rahasia yang tak pernah kau keluarkan
melalui bibir manismu.

Aku lah Prahara
yang meneteskan air mata
pada larik-larik tak bermakna.
Jika bumi ini sudah tak lagi nyaman
untuk kita berdua, maka tebaslah kepalaku
dengan sebuah pena.
Dan jika tak ada lagi tempat
selain di bumi untuk kita,
maka hanya ada satu tempat
dimana kupu-kupu terbang bebas
melampaui batas naungannya,
dimana kunang-kunang pesta warna
dengan syahdunya, dimana kita
dapat berbincang lebih lama daripada isak tangis
seorang ibu yang kehilangan anaknya;
hanya pada hatimu kita dapat saling bertatap muka.

Maka,
puisi ini aku tulis untuk
seorang wanita dengan seribu rahasianya.

2 comments: