September 16, 2013

Pengembaraan

Ketika rembulan berada di atas kepala
Ketika mentari tertidur lelap di barat sana
Ketika pula bintang-bintang bersinar
dan tersenyum lebar.
Lalu, hembusan angin yang sepoi
Jogetan ranting pohon,
dan keributan suara laron-laron.

Aku bernyanyi. Menyanyikan lagu-lagu abadi.
Yang selalu memberi sebuah kesan
Yang juga dapat mengingatkan diriku
terhadap segala bentuk pelecehan.
Entah,
sampai kapan siksaan ini terjadi 
bagi kaum-kaum diasingkan.
Mereka yang kering kerontang
mengidamkan nasi hanya untuk kebutuhan.

Lalu, dimana mereka
yang sedang bepergian ke luar negri,
sementara rakyatnya menderita karena nasi?
Lalu, dimana mereka
yang senang dengan kehidupan foya-foya,
sementara banyak dari warganya
sekarat dan hampir mati?

Mereka hanya dapat tertawa melihat
semua lelucon lawas ini.
Mereka hanya bisa menertawakan kaum-kaum
yang terbengkalai dan terbuang.
Mereka tak sedikitpun iba
melihat kelaparan melanda rakyatnya.
Malah, mereka tetap segan menyita waktunya
untuk mengumpulkan harta dibelakang
siksaan yang menimpa.

Dari mana mereka lahir
Dari mana mereka ada
Dari mana mereka mengerti tentang takdir
Sampai-sampai dengan mudah mereka
menyita yang bukan miliknya.
Kemudian mereka menelan semua jemarinya.
Kemudian mereka mengeluarkan hutang
melewati anus-anus busuk mereka
Kemudian mereka juga meminum darah-darah
hasil pembunuhan kejam terhadap wanita muda.

Sampai kapan mereka akan mendengarkan nyanyian
para petani disaat sedang mencangkul.
Nyanyian-nyanyian yang tak habisnya dinyanyikan
sebelum semua hak dan hartanya kembali
kepada tangan-tangan tak berdosa
dan kepada mereka yang sedang sibuk bertanya.


2 comments: