Aku sering melihatmu disana
Ya, di bangku kosong
di depan kantin
yang kursi-kursinya sempoyong.
Saat itu dirimu sendiri.
Buku ada di tangan kananmu
dan tisu di kelopak matamu
Mengusap keluh kesah yang turun
atas ucapan air matamu
Menengadah kepada rinai
diatas resah dan lunglai
Mewarnai hari adalah kesukaanmu
Menggambar diatas angan
dengan pensil biru yang kau pegang
Imajinasimu itu sangat tinggi bukan
Bahkan kau pernah menggambar kelaminku
yang tak sengaja menutupi kelopak hatimu.
Ah kau ini
Sering kali membuatku iri
Aku bahkan belum pernah
menggambar di kanvas sebesar ini.
Lalu, apakah kuas-kuas ini sanggup berbicara
soal hati?
-Lalu kita pergi ke sebuah persinggahan
Tak ada hiasan lampu-lampu
ataupun yang samar-samar.
Karena lampu dan samar
adalah persemayaman bagi pecundang.
Seperti mereka
yang tak sadar dan bimbang-
Maka sudahilah
gambaranmu tentang impian
Karena impian itu
selayaknya hilang dan bungkam.
No comments:
Post a Comment